MENGAPA
REFORMASI BIROKRASI DI INDONESIA LAMBAT
GUSMAKSUM
1101120930
Dosen pembimbing:
Drs. H. Isril, MH
JURUSAN
ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS
ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS
RIAU
PEKANBARU
2012
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah,
Taufik dan Hidayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini
dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat
dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca.
Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Pekanbaru……..2012
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata
pengantar...................................................................................................................................i
Daftar
isi...........................................................................................................................................ii
BAB I
Pendahuluan
1. Latar
Belakang Masalah…………………………………………………………………………….iii
2. Tujuan Penulisan
……………………………………………………………………………….……iv
3. Rumusan
Masalah………………………………………………………………………………….…v
BAB II
- Isi………………………………………………………………………………………………..vi
BAB III
Penutup
1. Kesimpulan................................................................................................................................vii
2. Saran
………………………………………………………………………………………………..viii
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Belakangan ini, dalam segala aspek yang
berhubungan dengan pemerintahan, reformasi birokrasi menjadi isu yang sangat
kuat untuk direalisasikan. Terlebih lagi,birokrasi pemerintah Indonesia telah
memberikan sumbangsih yang sangat besar terhadap kondisi keterpurukan bangsa
Indonesia dalam krisis multidimensi yang berkepanjangan. Birokrasi yang telah
dibangun oleh pemerintah sebelum era reformasi telah membangun budaya birokrasi
yang kental dengan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Akan tetapi, pemerintahan pascareformasi pun
tidak menjamin keberlangsungan reformasi birokrasi terealisasi dengan baik.
Kurangnya komitmen pemerintah pascareformasi terhadap reformasi birokrasi ini
cenderung berbanding lurus dengan kurangnya komitmen pemerintah terhadap
pemberantasan KKN yang sudah menjadi penyakit akut dalam birokrasi pemerintahan
Indonesia selama ini. Sebagian masyarakat memberikan cap negatif terhadap
komitmen pemerintah pascareformasi terhadap reformasi birokrasi. Ironisnya,
sebagian masyarakat Indonesia saat ini, justru merindukan pemerintahan Orde
Baru yang dinggap dapat memberikan kemapanan kepada masyarakat, walaupun hanya
kemapanan yang bersifat semu.
B. PERMASALAHAN
Dengan
memperhatikan latar belakang tersebut, agar dalam penulisan ini penulis
memperoleh hasil yang diinginkan, maka penulis mengemukakan beberapa
rumusan
masalah. Rumusan masalah itu adalah:
1.
Bagaimana reformasi birokrasi Indonesia .
2.
Bagaimana birokrasi masa reformasi.
3.
Reformasi birokrasi pasca jatuhnya rezim orde baru.
4.
wajah reformasi birokrasi pemerintahan ini.
C. TUJUAN
Tujan
yang didapat dari makalah ini adalah:
1.
Dapat mengetahui wajah reformasi birokrasi di Indonesia.
2.
Dapat mengetahui reformasi birokrasi di Indonesia saat ini.
3.
dapat mengetahui perkembangan reformasi birokrasi di indonesia
BAB
II
PEMBAHASAN
Pelayanan publik diibaratkan sebagai sebuah
proses, dimana ada orang yang dilayani, melayani, dan jenis dari pelayanan yang
diberikan. Sehingga kiranya pelayanan publik memuat hal-hal yang subtansial
yang berbeda dengan pelayanan yang diberikan oleh swasta. Pelayanan
publik adalah pelayanan yang diberikan oleh pemerintah dalam rangka memenuhi
segala kebutuhan masyarakat, sehingga dapat dibedakan dengan pelayanan yang
dilakukan oleh swasta (Ratminto, 2006).
Sebagai contoh adalah pembuatan Surat
Izin Mengemudi (SIM) yang diberikan oleh pihak kepolisian dan dimonopoli oleh
satu pihak. SIM tidak boleh dikeluarkan oleh lembaga lain termasuk swasta.
Sehingga pelayanan yang seperti itu dengan ciri dimonopoli oleh pemerintah
disebut pelayanan publik.
Namun, dalam perjalanannya ternyata
pelayanan publik menemui berbagai macam rintangan yang menghadang. Salah
satunya adalah paradigma birokrasi yang cenderung untuk minta dilayani
ketimbang melayani. Hal tersebut mengakibatkan berbagai persoalan (Singgih
Wiranto,2006) seperti berbelit-belit, tidak efektif dan efisien, sulit
dipahami, sulit dilaksanakan, tidak akurat, tidak transparan, tidak adil,
birokratis, tidak profesional, tidak akuntabel, keterbatasan teknologi,
keterbatasan informasi, kurangnya kepastian hukum, KKN, biaya tinggi,
polarisasi politis, sentralistik, tidak adanya standar baku dan lemahnya
kontrol masyarakat. Sedangkan telah terjadi pergeseran paradigma pelayanan
publik dimana rakyat atau warga Negara adalah focus dari pelayanan.
Pelayanan publik sendiri terdiri dari
berbagai bentuk pelayanan yang diberikan oleh Negara. Pelayanan publik dapat
berupa pelayanan di bidang barang dan jasa (Ratminto,2006). Pelayanan dibidang
jasa seperti penyediaan bahan baker minyak yang dilakukan oleh Pertamina, dan
beras yang diurus oleh Badan Usaha Logistik (BULOG). Sedangkan dalam porsi jasa
dapat berupa jasa perizinan dan investasi yang sekarang ini sedang marak untuk
dikaji dan diperbincangkan oleh berbagai kalangan, baik itu akademisi maupun
praktisi.
Kenapa
investasi bisa semakin marak? Mengingat Indonesia adalah Negara kaya namun
kurang mendapatkan tempat dihati para investor. Hal tersebut terbukti dengan
peringkat Indonesia yang masih diatas seratus dalam kategori pro investasi
karena proses yang panjang.
Dengan diberlakukannya pelayanan
satu tempat atau One Stop Service (OSS) apakah telah dapat memperbaiki
kualitas pelayanan terhadap perizinan. Seperti yang kita ketahui bahwa dengan
adanya sistem OSS tersebut tidak serta merta masalah pelayanan perizinan yang berbelit-belit
dan panjang akan terhapus. Hal tersebut dikarenakan beberapa alasan.
1.
terkadang isntitusi-institusi yang digabungkan dalam dalam satu kantor bukan
berarti pemangkasan birokrasi. Publik harus tetap melalui meja-meja yang “sama”
dengan sbelumnya. Bedanya jika dulu “meja-meja” lokasinya berbeda sekarang
“jadi satu kantor “.
2.
Orang-orang yang berada dikantor pelayanan satu atap yang “mewakili”
institusinya tidak memiliki kewenangan yang cukup untuk menetapkan keputusan
yang mendesak dalam hal pelayanan. Sehingga lagi-lagi si “publik” harus
menunggu atasan “pelayan” dikantor tersebut, dalam memebrikan keputusan.
Sehingga kantor inipun gagal mencapai tujuan awal yaitu efisiensi
(Indiahono,2006).
Dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa OSS saja tanpa memaknainya malah
akan menambah masalah bagi daerah terutama untuk Banyumas. KPPI sendiri adalah
sebuah badan untuk meng-acc hal-hal yang telah dibuat oleh dinas atau
badan lain.sebagai contoh (Suara Merdeka,2005) adalah pada tahun 2005
Pertumbuhan investasi di Banyumas beberapa tahun terakhir ini tergolong pesat.
Pada tahun ini sampai Juni lalu, investasi di sektor perdagangan, jasa, dan
properti dari investor lokal dan luar daerah yang bergulir Rp 64 miliar.
Angka itu dihitung berdasar pengajuan izin
gangguan lingkungan ke Kantor Pelayanan Perizinan dan Investasi (KPPI) serta
telah mengantongi SIUP dari Dinas Perdagangan dan Perindustrian serta Dinas
Koperasi dan UKM. Dengan adanya pelayanan yang sangat banyak untuk mendirikan
usaha seperti contoh di atas dalam hal ini berarti OSS belum bias maksimal
mengingat beberapa pelayanan masih di urusi oleh dinas/kantor/lembaga lain
selain KPPI.
Persoalan pun bukan hanya itu saja, melainkan
masih banyak yang harus dibenahi karena untuk menjadi yang terbaik harus
dimulai dari kita sendiri dalam hal ini inisiatif dari dalam lembaga. Komitmen
dari KPPI sendiri menjadi sebuah makanan yang harus ditelan dan dicerna.
Komitmen tersebut dapat dilihat dari kesesuaian antara peraturan dan kondisi
lapangan. Banyak dari dinas/kantor/lembaga pemerintah yang mengindahkan hal
tersebut. Akhirnya kepastian waktu penyelesaian dan biaya menjadi tidak jelas.
Hal seperti itu harus diantisipasi sejak dini
mengingat rakyat masih membutuhkan pelayanan yang baik yang diberikan oleh pemerintah
karena pemerintah memonopoli pelayaan yang menyangkut rakyat banyak. Komitmen
dalam melayani telah berhasil dibuktikan oleh pemerintah Kabupaten Purbalingga
yang mendapat sertifikasi ISO 9001:2000 yang merupakan manajemen mutu pelayanan
(Suara Merdeka,2006). Dapatkah pemerintah Banyumas menerapkan sistem
yang sama atau malah lebih hebat dari Purbalingga? Kita tunggu aksinya.
Sebuah alternative yang dapat
dilakukan untuk berbenah bagi KPPI adalah penggunaan sebuah sistem yang
menggunakan partisipasi masyarakat sehingga pelayanan akan berada pada dua
arah. Antara pelanggan dan yang melayani. Dalam berbagai referensi sistem itu
disebut Citizen Charter atau Service Charter.
Istilah Citizen Charter
(CC)atau kontrak pelayanan pertama kali diperkenalkan oleh Osborne dan Plastrik
(1997). Citizen Charter (CC) adalah standar pelayanan yang ditetapkan
berdasarkan aspirasi dari pelanggan, dan birokrasi berjanji untuk memenuhinya. Citizen
Charter (CC) merupakan sebuah pendekatan dalam meneyelenggarakan pelayanan
publik yang menempatkan pengguna layanan atau pelanggan sebagai pusat
perhatian. Dalam hal ini, kebutuhan dan kepentingan pengguna layanan harus
menjadi pertimbangan utama dalam proses pelayanan (AG. Subarsono,2006)
Dengan kontrak pelayanan berarti ada
sebuah komitmen antara pelanggan dan yang melayani. Dalam hal ini akan ada
sebuah kesepakatan baik itu mengenai pelayanan, prosedur, waktu penyelesaian,
maupun biaya yang ditanggung oleh pelanggan. Dengan demikian ada sebuah
kesepahaman antara hak dan kewajiban dari masing-masing pihak.
- Tuntutan reformasi birokrasi
Tuntutan
reformasi secara keseluruhan tidak akan terwujud jika penyangga utamanya tidak
terwujud. Penyangga utamanya adalah tata pemerintahan yang baik (good public
governance),yang salah satu dasar utamanya adalah birokrasi yang baik. Dengan
tata pemerintahan yang baik dan di dukung oleh birokrasi yang sesuai dengan
tuntutan abad ke 21 dapat di wujudkan pemerintahan yang berkelanjutan untuk
mengemban amanah rakyat.
- Keluhan dan Kritik terhadap Birokrasi
HASIL
PENELITIAN UGM
Agus
Dwiyanto bersama sejumlah dosen Universitas Gadjah Mada bisa di bilang mampu
mengupas birokrasi Indonesia secara lengkap di bandingkan dengan penulis lain
di Indonesia. Dalam kesimpulannya mereka menulis antara lain:
Kinerja pelayanan public di kega
provinsi, yaitu daerah istimewa Yogyakarta, Sumatra barat, dan Sulawesi selatan
sebagaimana di tunjukan oleh penelitian itu masih sangat buruk. Kendati
penyelenggaraan pelayanan di ketiga daerah itu tidak merepresentasikan kinerja
pelayanan publik di Indonesia, Karena penyelenggaraan pelayanan publik
antarpovinsi dikabupaten jauh berbeda, temuan yang di peroleh penelitian ini
setidak-tidaknya memberikan indikasi mengenai masih rendahnya kualitas
pelayanan public di Indonesia. Penelitian ini membuktikan bahwa birokrasi
publik di Indonesia belum mampu menyelenggarakan pelayanan public yang efisien,
adil, responsif, dan akntabel.
Kenyataan tersebut sungguh
memprihatinkan.Maka mereka memberikan sejumlah rekomendasi yang dapat dirangkum sebagai berikut:
1.
Perlu dibangun nilai dan budaya baru.
2.
Perlu diciptakan lingkungan baru,
terutama berkaitan dengan trasnparasi dan pemberantasan KKN.
3.
Perlu diterapkan costumer charter dalam
birokrasi pelayanan public.
4.
Perlu dipkirkan pengembangan kemitraan
antara pemerintahan dan masyarakat, termasuk dunia usaha
5.
Perlu dipikirkan “penggunanan misi
birokrasi kriteria untuk menilai tindakan seorang pejabat pemerintahan dan
birokrasi”.
Dari uraian di atas jelas bahwa
perbaikan kinerja pelayanan public di Indonesia memerlukan kebijakan yang
holistic. Pemerintah di tuntut keberanian dan kemampuannya untuk bias
mengembangkan kebijakan reformasi birokrasi yang holistic dan melaksanakannya
secara konsisten. Hanya dengan cara ini,reformasi birokrasi di Indonesia akan
dapat menghasilkan sosok birokrasi yang benar-benar mengabdikan dirinya pada
kepentingan public dan menghasilkan pelayanan public yang efisien,resfonsif,dan
akuntabel.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Birokrasi pasca berhentinya Presiden Soeharto
ada dalam persimpangan jalan antara
adanya upaya pihak yang ingin tetap
mempertahankan berlangsungnya politisasi birokrasi
(bureaucratic polity), berhadapan dengan
pihak yang menginginkan ditegakkannya reformasi, ketidakberpihakan
politik dan profesionalisme birokrasi.
Arah baru atau model reformasi birokrasi
perlu dirancang untuk mendukung
demokratisasi dan terbentuknya
clean and good governance yaitu tumbuhnya pemerintahan yang rasional, melakukan transparansi
dalam berbagai urusan publik, memiliki sikap kompetisi antar departemen dalam memberikan
pelayanan, mendorong tegaknya hukum dan bersedia memberikan pertanggungjawaban terhadap publik
(public accountibility) secara teratur.
Reformasi adalah mengubah atau membuat
sesuatu menjadi lebih baik daripada yang sudah ada. Reformasi bertujuan
mengoreksi dan membaharui terus-menerus arah pembangunan bangsa yang selama ini
jauh menyimpang, kembali ke cita-cita proklamasi. Reformasi birokrasi penting
dilakukan agar bangsa ini tidak termarginalisasi oleh arus globalisasi.
Reformasi ini harus dilakukan oleh pejabat tertinggi, seperti presiden dalam
suatu negara atau menteri/kepala lembaga pada suatu departemen dan kementerian
negara/lembaga negara, sebagai motor penggerak utama.
Tujuan reformasi birokrasi: Memperbaiki
kinerja birokrasi, Terciptanya good governance, yaitu tata pemerintahan yang
baik, bersih, dan berwibawa, Pemerintah yang bersih (clean government), bebas
KKN, meningkatkan kualitas pelayanan terhadap masyarakat.
B. Saran
Setiap warga negara
akan selalu berhubungan dengan aktivitas Birokrasi Pemerintahan. Bahkan ketika
seseorang masih berada dalam kandungan ia sudah mulai tergantung dengan
pelayanan birokrasi. Apakah untuk keperluan pemeriksaan kesehatan (di RS atau
Puskesmas ) atau setelah lahir dan harus mendapatkan “sertifikat sebagai warga
dunia” berupa akta kelahiran. Ketergantungan dengan birokrasi itu terus
berlanjut, seiring dengan bertambahnya usia seseorang atau sejalan dengan ragam
aktivitas yang dilakukan ditengah masyarakat. Sementara itu, jenis pelayanan
umum yang diselenggarakan birokrasipun sangat kompleks dan bahkan memasuki
hampir setiap aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Intervensi birokrasi yang demikian ini, sah-sah saja adanya, karena justru
untuk menyelenggarakan fungsi itulah birokrasi dibentuk
DAFTAR
PUSTAKA
- Ttamin, feisal. reformasi birokrasi. jakarta:blantika,2004
- Dwiyanto, Agus, dkk., reformasi birokrasi public di Indonesia. Yogyakarta: UGM press, 2006
- Qodri azizy, abdul. Change management dalam reformasi birokrasi. jakarta: gramedia, 2007
mantap makalahnya, sangat bermanfaat.
BalasHapuswww.kiostiket.com